Virtual reality adalah konsep teknologi yang memungkinkan penggunanya untuk dapat menjelajah ke dalam dunia 3D sebagai avatar. Konsep teknologi ini, pertama kali diperkenalkan oleh Ivan Sutherland di tahun 60-an. Konsep virtual reality didapatkan dari mesin penemuannya yang bernama Head-Mounted Display.
Teknologi ini kemudian terus berkembang dari tahun ke tahun. Uniknya, istilah virtual reality sendiri baru populer di era tahun 80-an, atau berselang hampir 20 tahun setelah konsep virtual reality ditemukan. Adalah sosok nyentrik bernama Jaron Lanier, pendiri dari VPL Research lah yang mempopulerkan istilah virtual reality ke publik.
Tidak hanya itu saja, Jaron Lanier lah yang juga berperan banyak dalam pengembangan peralatan virtual reality, seperti sarung tangan (Data Glove) dan juga headset (Eye Phone HMD).
Baca Juga: Asyiknya Menjelajahi Teknologi Canggih di GIK UGM bersama PT ViLabs
Awal mulanya, teknologi virtual reality atau akrab disingkat dengan VR ini, banyak diterapkan pada sektor industri hiburan. Sama seperti masa-masa awal pengembangan konsep Augmented Reality oleh Morton Heilig, VR banyak diterapkan untuk keperluan industri film.
Namun, seiring berjalannya waktu, teknologi VR mulai banyak diterapkan untuk berbagai industri kehidupan manusia. Dimulai dari sektor industri riset dan pendidikan, kesehatan, seni, militer, pemerintahan, dan lain sebagainya. Bahkan sekarang, kita dapat melihat contoh nyata penerapan virtual reality dalam bidang keagamaan.
Ya, kita dapat melihat penerapan virtual reality untuk keperluan manasik haji atau umroh. Pengalaman seperti ini, dirancang dalam satu aplikasi khusus bernama Manasik Xperience. Melalui aplikasi ini, pengguna bisa mendapatkan pengalaman menjalankan tawaf, sa’i, hingga lempar jumrah.
Lantas, bagaimana islam menyikapi hal ini?. Apa hukumnya haji via virtual reality?. Mimin akan membahasnya lengkap di dalam artikel ini. Jadi, silahkan simak baik-baik ya!.
Tidak bisa dipungkiri bahwa haji via virtual reality, pertama kali booming saat tahun 2020, alias 5 tahun yang lalu. Seperti yang kita semua ketahui bersama, di tahun tersebut dunia dilanda akan pandemi Covid-19. Virus yang pertama kali muncul di Kota Wuhan, China, pada Desember 2019.
Virus ini dapat menyebabkan penderitanya mengalami demam tinggi, sesak napas, dan bahkan mengalami kerusakan organ yang parah. Naasnya, virus Covid-19 ini, dapat menyebar dengan cepat melalui sebuah sentuhan langsung atau tidak langsung dari penderitanya. Akibat penyebaran virus Covid-19 yang cepat ini, data pada pertengahan Oktober 2021 mencatat, bahwa ada 187.905 masyarakat di Indonesia, meninggal dunia.
Oleh sebab itulah, negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, mengadakan lockdown besar-besaran. Segala aktivitas masyarakat di luar rumah, diberikan aturan pembatasan yang super ketat. Hal ini juga berlaku untuk kegiatan keagamaan, tidak terkecuali dengan proses haji.
Pemerintah Arab Saudi saat itu, menegaskan bahwa pelaksanaan haji dari jamaah luar negara, dihentikan sementara. Peraturan ini jelas menjadikan banyak perusahaan Tour and Travel Haji/Umrah mengalami kerugian.
Meskipun pelaksanaan haji secara langsung dihentikan, tentu saja pembelajaran terhadap proses haji tidak boleh berhenti. Sebagai solusi dari permasalahan ini, pemerintah Arab Saudi pada akhir Desember 2021 memperkenalkan sebuah proyek Ka’bah yang dikenal sebagai “Virtual Hacerulesved”.
Sebuah lingkungan metaverse yang memanfaatkan konsep teknologi virtual reality. Sheikh Abdul Rahman al Sudais, Imam Besar Masjidil Haram, menjadi orang pertama yang menjelajah Ka’bah dalam metaverse menggunakan virtual reality.
Proyek ini sendiri adalah hasil dari kolaborasi antara pemerintah Arab Saudi dengan Badan Urusan Pameran dan Museum, dan juga Universitas UMM Al-Quro.
Dalam pelaksanaan haji, terdapat 6 rukun yang wajib diikuti. 6 rukun tersebut adalah;
6 rukun haji ini, harus dilaksanakan secara langsung.
Pernyataan di atas, jelas sudah memberikan kita gambaran akan hukumnya haji via virtual reality. Didapatkan dari penjelasan Anwar Abbas, seseorang yang menjadi Wakil Ketua Umum Majelis Indonesia (MUI) periode 2020-2025, ketika seseorang tidak berada di arafah atau lokasi lokasi haji langsung, sebagaimana yang seharusnya, maka tidak bisa dikatakan sebagai ibadah haji.
Sama seperti Anwar Abbas, Yahya Zainul Ma’arif atau akrab disapa Buya Yahya juga mengatakan bahwa untuk menunaikan ibadah haji, maka kita harus menginjakan kaki di sana. Tapi, ia menyampaikan bahwa metode virtual ini, bisa menjadi obat rindu akan pelaksanaan haji, dan sarana yang bagus untuk latihan atau manasik.
Penjelasan di atas, memberikan kita gambaran sempurna tentang hukum haji via virtual reality. Menurut rukun haji yang harus dipenuhi langsung, pelaksanaan haji via virtual reality tidaklah sah.
Baca Juga: Lagi Musim Efisiensi, Virtual Labs Bisa Jadi Solusi!
Tapi, diperbolehkan sebagai sarana pembelajaran bagi calon jamaah haji. Inilah penjelasan lengkap tentang hukum haji via virtual reality.
Apabila Anda berminat untuk menciptakan aplikasi virtual realitynya sendiri sesuai kebutuhan bisnis yang ada, hubungi saja Vilabs. Anda bisa menghubungi mereka melalui klik tombol WhatsApp di bawah ini;