
Penggunaan VR dan Motor Imagery sebagai Inovasi Rehabilitasi Stroke (Dok PT VILABS)
Rehabilitasi stroke sering terhambat pada fase awal pemulihan. Banyak pasien tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya. Kondisi ini membuat terapi konvensional sulit dilakukan. Karena itu, teknologi menjadi sangat dibutuhkan.
Namun, peluang baru mulai terbuka melalui perpaduan Virtual Reality (VR) dan Motor Imagery (MI). Kombinasi ini menawarkan pendekatan inovatif bagi pasien dengan kelumpuhan berat. Pendekatan tersebut juga dapat meningkatkan aktivasi otak tanpa memaksa tubuh bergerak.
Baca Juga: Rehabilitasi Motorik dengan Teknologi Mirror Therapy Berbasis VR dan Exoskeleton
Rehabilitasi stroke sering dimulai saat kondisi pasien masih sangat lemah. Banyak pasien tidak mampu menggerakkan tangan atau kaki. Kondisi ini membuat latihan fisik sulit dilakukan. Selain itu, peluang neuroplastisitas atau kemampuan otak untuk berubah, beradaptasi, dan membentuk koneksi baru justru paling baik ada di fase awal.
Karena itu, metode rehabilitasi alternatif sangat diperlukan. Metode tersebut harus aman, efektif, dan tidak menuntut kemampuan fisik tinggi.
Motor Imagery atau MI adalah teknik membayangkan gerakan. Teknik ini dapat mengaktifkan area motorik otak tanpa menggerakkan tubuh. Penelitian menunjukkan MI memperkuat jalur saraf yang terkait dengan fungsi gerak.
Namun MI sulit dilakukan tanpa panduan visual. Banyak pasien kehilangan fokus saat mencoba membayangkan gerakan. Karena itu, teknologi tambahan sangat dibutuhkan.
Oleh karena itu, agar MI lebih mudah dilakukan, perlu ada alat bantuan seperti Virtual Reality (VR). VR menyediakan visualisasi gerak yang jelas. Selain itu, VR meningkatkan fokus dan mengurangi distraksi lingkungan.
Sebuah studi terbaru menunjukkan VR dapat memperkuat aktivasi motorik otak. Aktivasi terjadi pada gelombang alfa dan beta. Keduanya sangat penting dalam perencanaan gerak.
Baca Selengkapnya: Virtual reality and motor imagery for early post-stroke rehabilitation – PMC
Dengan demikian, VR memiliki potensi besar untuk terapi stroke. Terutama bagi pasien yang tidak mampu mengikuti latihan fisik.
Penelitian tersebut melibatkan pasien stroke fase akut dan subakut. Mereka melakukan MI dengan dan tanpa VR. Aktivitas otak mereka direkam menggunakan EEG.
Hasilnya menunjukkan aktivasi otak meningkat signifikan ketika MI dibantu VR. Peningkatan tampak pada pola PSD dan band power. Selain itu, spectral entropy menurun saat VR digunakan. Penurunan entropy menunjukkan pola otak lebih terstruktur.
Temuan ini menegaskan bahwa VR dapat memperkuat efek MI. Terutama pada pasien dengan kelumpuhan berat.
Temuan ini membuka peluang besar untuk pengembangan terapi. VR dan MI dapat menjadi tahap awal rehabilitasi. Setelah itu, pasien dapat melanjutkan latihan fisik sesuai kemampuan.
VILABS berpengalaman dalam mengembangkan sistem VR Therapy untuk rehabilitasi motorik. Temuan ini mendukung pendekatan tersebut. Aktivasi otak dapat terjadi meski pasien belum bergerak.
VILABS juga mengembangkan sistem rehabilitasi berbasis EMG. Sistem ini mampu membaca sinyal otot. Temuan dari studi MI+VR relevan untuk strategi umpan balik.
Baca Juga: Kolaborasi Riset: Teknologi Virtual Reality dan EMG untuk Rehabilitas Pasca Stroke
Pasien dapat melihat perkembangan aktivasi motorik. Bahkan pasien dengan gerakan minimal tetap terpantau melalui EMG. Integrasi VR dan EMG dapat menghasilkan terapi yang lebih adaptif.
VILABS bekerja sama dengan mitra akademik dan klinik. Kolaborasi ini bertujuan menghadirkan teknologi rehabilitasi baru. Hasil penelitian ini menguatkan pentingnya pendekatan berbasis teknologi.
Baca Juga: Sinergi VILABS, RS Queen Latifa, dan UTY Hadirkan Living Lab Rehabilitasi Berbasis VR
VILABS berkomitmen mendukung inovasi seperti ini. Kami ingin menghadirkan teknologi yang aman dan mudah diakses pasien. Jika Anda tertarik dengan topik ini dan ingin berdiskusi lebih lanjut, Anda bisa menghubungi Tim VILABS melalui tombol di bawah ini.